Studi keamanan

Artikel ini mengacu pada disiplin ilmu hubungan internasional. Untuk manajemen keamanan, lihat studi manajamen keamanan.
The Norwegian Room, ruang rapat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York

Studi keamanan atau studi keamanan internasional adalah bidang ilmu yang berkembang cepat pada masa Perang Dingin dan sudah lama dianggap sebagai subbidang akademik ilmu hubungan internasional.[1]

Intinya, sebagai bidang penelitian, studi keamanan internasional berfokus pada kekerasan terorganisasi dan langkah-langkah yang dapat diambil individu dan kelompok untuk menerapkan kekerasan terorgansasi secara efektif dan melindungi diri mereka dari kekerasan terorganisasi (pengetahuan mengenai penerapan kekerasan berguna untuk melengkapi pengetahuan mengenai perlindungan dari kekerasan). Subjek penelitiannya beragam, mulai dari hal-hal mikro—jenis senjata, keampuhan, taktik, antarmuka manusia-senjata, motivasi individu dan kelompok—sampai hal-hal makro—penyebab perang, strategi nuklir, doktrin militer, belanja pertahanan, dan strategi konvensional dan tak konvensional.

Dalam beberapa dasawarsa terakhir, studi keamanan internasional dipaksa untuk memperluas cakupannya ke bidang-bidang yang tidak dipelajari oleh ilmu hubungan internasional. Pendekatan tradisional untuk memahami ketidakamanan dan keamanan sudah digunakan oleh realisme, liberalisme, radikalisme beserta varian-variannya. Realisme dan variannya dipandang sebagai teori yang paling dekat esensinya dengan studi keamanan dan strategi karena realisme pada dasarnya menyataan bahwa persebaran ancaman perang secara global tidak akan bisa dinihilkan; dan karena realisme beserta variannya mengutamakan tingkat analisis negara. Liberalisme dan radikalisme (beserta variannya) cenderung optimis mengenai lenyapnya perang. Mazhab Britania yang sebagian teorinya dibangun oleh Hedley Bull menyatakan bahwa karena negara pada dasarnya bersifat sosial, politik internasional tidak dapat disusutkan ke satu negara saja, melainkan harus berfokus pada kumpulan negara seperti yang dipaparkan Samuel Huntington dalam tesisnya mengenai peradaban.

Pendekatan keamanan tradisional mulai dilengkapi (meski masih bisa diperdebatkan) dengan varian-varian seperti studi keamanan kritis dan mazhab Kopenhagen. Kontribusi besar bagi pemahaman mengenai ketidakamanan dan keamanan juga diturunkan dari konstruktivisme, studi perdamaian, dan teori kritis. Seperti yang ditunjukkan oleh keterkaitan Perang Dingin dengan kemunculan studi keamanan internasional, tren sejarah yang lebih luas (atau persepsi sejarahnya) memberi celah yang diinginkan mazhab-mazhab alternatif ini dengan dampak yang beragam. PDII menjadi tonggak munculnya kepentingan dan kapasitas negara untuk melindungi rakyatnya dari gangguan fisik. Prinsip kedaulatan sebenarnya merupakan kesepakatan rendahan yang hanya berguna untuk mengurangi potensi perang antarnegara dan pembunuhan manusia secara massal. Namun setelah PDII, prinsip kedaulatan mulai dianggap perlu dipisahkan demi melindungi nyawa orang tak bersalah yang pada zaman sebelumnya dilindungi secara aksiomatis—setidaknya dari gangguan fisik—sebagai penopang kekuasaan negara. Hal ini memicu pertentangan mengenai makna "keamanan" dan apakah negara masih dapat dijadikan fokus kepentingan dan penjelasan seperti yang dikehendaki bersama.

Meski studi keamanan kontemporer masih dipertentangkan, banyak yang menganggap bidang ilmu ini menarik dan penting untuk didalami lebih lanjut.[2]

  1. ^ Wæver, Ole (2004) "New 'Schools' in Security Theory and their Origins between Core and Periphery" Paper presented at the annual meeting of the International Studies Association, Le Centre Sheraton Hotel, Montreal, Quebec
  2. ^ Williams, Paul (2012) Security Studies: An Introduction, Abingdon: Routledge

Developed by StudentB